Rabu, 04 September 2019


MEMELUK ANGIN


"Sinar mentari membawa angin kesejukan. Berlari melambaikan daun mendayu-dayu. Semilir angin datang membawa kehangatan. Jejak-jejak mengukir bumi membuat kisah berbagai rasa. Debu-debu menyapu jejak meninggalkan rasa yang tersimpan. Langkah yang tak dapat di raih harus direlakan menjauh. Berdiri di bawah langit menantikannya yang entah kan kembali lagi.
Sosok yang menghangatkan setiap kata dan sikap menenangkan hati. Sikap perhatian dan misterius menghiasi setiap langkah yang kujalani," kata Orlin dalam buku Memeluk Angin.
"Lin, Orlin?"
"Sebentar, La," sahut Orlin sambil menengok Aila lanjut membaca buku.
"Aila! buku?" kata Orlin yang terkejut dan meminta buku kembali.
"Yuk semua. Mari keluar dari sini sebelum jalan tak terlihat," Ajak Pak Laith.
"Yahh... padahal belum ketemu peran utamanya," kata Orlin memajukan bibir.
Mereka mulai bersiap mempersiapkan kaki tuk berjalan menjajaki hutan yang bercabang-cabang. Berjalan dengan perlahan bergandengan tangan hingga bertemu dengan ujung pohon.
"Pak, itu ada cahaya di sana," kata Aila menunjuk lurus.
"Wahh, sepertinya api unggun sudah di buat," balas Pak Laith.
Semakin semangat menuju cahaya di bawah sinar rembulan. Sinar memancar tak begitu terang untuk menerangi jalan yang dijelajahi.
Gelap malam ditemani semilir angin dingin. Mengalirkan energi badan tuk menari di samping api unggun.
"Lin, ke sana yuk! ikut bakar-bakar jagung di sekitar api?" Ajak Aila.
"Bentar belum ke temu tokoh utamanya,"
"Lin, bacanya sambung nanti lagi,"
"Ketemu RIN tokoh ceritanya," teriak Orlin kegirangan.
"Coba lihat ada kata-kata Rin, menarik ," kata Orlin memegang tangan Aila.
"Ya, terserah, mau Rin atau siapa," kata Aila menarik tangan Orlin ke arah api unggun.
Kesunyian malam sirna dengan senandung nada yang menari-nari. Perpaduan harmonis panas dan dingin menghangatkan tubuh Hati tetasa damai. Dari banyak orang berkumpul Orlin tetap fokus dalam dunianya. Aila yang sedikit berteriak memanggil berkali-kali karena tidak berdekatan. Semua menengok pada satu titik hingga sentilan itu mendarat.
"Iya, ada apa, Kak,"  kata Orlin yang tersadar sentilan seseorang disebelahnya.
"Perkenalkan nama kamu?" kata seseorang yang di samping.
"Oh.., saya Orlin," katanya dengan polos.
" Lalu, nama kakak siapa?"
"Afrin, panggil saja Rin," balasnya lembut.
"Serius, Kak? nama kakak persis seperti buku ini," katanya dengan antusias.
"Apa isi buku itu?," balas Afrin sambil menunjuk yang dibawa Orlin.
"Api yang memancar panas perlahan menyirnakan rasa dingin. Melihat keramaian di balut dalam tawa dan kesunyian malam. menghadirkan sebersit kerinduan yang telah lama pergi. Itu kata Afrin, bagus ya kata-katanya," kata Orlin semangat.
Orlin melihat sekeliling ternyata disekitarnya ada banyak orang yang menyimak bacaannya. Menenggok ke keseluruh putaran api unggun dengan tersipu malu Orlin hanya menunjukkan lesung pipi yang merekah.
"Oh, jadi ada di situ bukunya," kata Afrin lirih.
"Iya, Kak, mengatakan sesuatu?" tanya Orlin sedikit malu melirik Kak Afrin.
"Hmmm.... tidak," kata Afrin dengan melirikkan mata ke mana-mana.
"Okay, kita sudahi acara malam hari ini. karena sudah larut malam. Mari semua kembali ke tenda masing-masing. Ayok!" pinta Afrin menepuk kedua tangan.
"Orlin juga harus istirahat besok kita bersiap kembali," kata Afrin memegang pergelangan tangan Orlin.
“Aneh,” kata Orlin bingung.
Dibawah rembulan senyum yang terpancar dari bibir Afrin penuh misteri. "Orlin mulai sekarang kamulah peran utama di sini".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar