MEMELUK ANGIN
"Sinar
mentari membawa angin kesejukan. Berlari melambaikan daun mendayu-dayu. Semilir
angin datang membawa kehangatan. Jejak-jejak mengukir bumi membuat kisah
berbagai rasa. Debu-debu menyapu jejak meninggalkan rasa yang tersimpan.
Langkah yang tak dapat di raih harus direlakan menjauh. Berdiri di bawah langit
menantikannya yang entah kan kembali lagi.
Sosok yang
menghangatkan setiap kata dan sikap menenangkan hati. Sikap perhatian dan misterius
menghiasi setiap langkah yang kujalani," kata Orlin dalam buku Memeluk
Angin.
"Lin,
Orlin?"
"Sebentar,
La," sahut Orlin sambil menengok Aila lanjut membaca buku.
"Aila!
buku?" kata Orlin yang terkejut dan meminta buku kembali.
"Yuk
semua. Mari keluar dari sini sebelum jalan tak terlihat," Ajak Pak Laith.
"Yahh...
padahal belum ketemu peran utamanya," kata Orlin memajukan bibir.
Mereka mulai
bersiap mempersiapkan kaki tuk berjalan menjajaki hutan yang bercabang-cabang.
Berjalan dengan perlahan bergandengan tangan hingga bertemu dengan ujung pohon.
"Pak, itu
ada cahaya di sana," kata Aila menunjuk lurus.
"Wahh,
sepertinya api unggun sudah di buat," balas Pak Laith.
Semakin semangat
menuju cahaya di bawah sinar rembulan. Sinar memancar tak begitu terang untuk menerangi
jalan yang dijelajahi.
Gelap malam ditemani
semilir angin dingin. Mengalirkan energi badan tuk menari di samping api
unggun.
"Lin, ke
sana yuk! ikut bakar-bakar jagung di sekitar api?" Ajak Aila.
"Bentar
belum ke temu tokoh utamanya,"
"Lin,
bacanya sambung nanti lagi,"
"Ketemu RIN
tokoh ceritanya," teriak Orlin kegirangan.
"Coba
lihat ada kata-kata Rin, menarik ," kata Orlin memegang tangan Aila.
"Ya,
terserah, mau Rin atau siapa," kata Aila menarik tangan Orlin ke arah api
unggun.
Kesunyian malam
sirna dengan senandung nada yang menari-nari. Perpaduan harmonis panas dan
dingin menghangatkan tubuh Hati tetasa damai. Dari banyak orang berkumpul Orlin
tetap fokus dalam dunianya. Aila yang sedikit berteriak memanggil berkali-kali
karena tidak berdekatan. Semua menengok pada satu titik hingga sentilan itu
mendarat.
"Iya, ada
apa, Kak," kata Orlin yang tersadar
sentilan seseorang disebelahnya.
"Perkenalkan
nama kamu?" kata seseorang yang di samping.
"Oh..,
saya Orlin," katanya dengan polos.
" Lalu,
nama kakak siapa?"
"Afrin,
panggil saja Rin," balasnya lembut.
"Serius,
Kak? nama kakak persis seperti buku ini," katanya dengan antusias.
"Apa isi
buku itu?," balas Afrin sambil menunjuk yang dibawa Orlin.
"Api yang
memancar panas perlahan menyirnakan rasa dingin. Melihat keramaian di balut
dalam tawa dan kesunyian malam. menghadirkan sebersit kerinduan yang telah lama
pergi. Itu kata Afrin, bagus ya kata-katanya," kata Orlin semangat.
Orlin melihat
sekeliling ternyata disekitarnya ada banyak orang yang menyimak bacaannya.
Menenggok ke keseluruh putaran api unggun dengan tersipu malu Orlin hanya
menunjukkan lesung pipi yang merekah.
"Oh, jadi
ada di situ bukunya," kata Afrin lirih.
"Iya, Kak,
mengatakan sesuatu?" tanya Orlin sedikit malu melirik Kak Afrin.
"Hmmm....
tidak," kata Afrin dengan melirikkan mata ke mana-mana.
"Okay,
kita sudahi acara malam hari ini. karena sudah larut malam. Mari semua kembali
ke tenda masing-masing. Ayok!" pinta Afrin menepuk kedua tangan.
"Orlin
juga harus istirahat besok kita bersiap kembali," kata Afrin memegang
pergelangan tangan Orlin.
“Aneh,” kata
Orlin bingung.
Dibawah
rembulan senyum yang terpancar dari bibir Afrin penuh misteri. "Orlin
mulai sekarang kamulah peran utama di sini".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar